MIRROR
By: Bagus Budi Santoso
Setiap ada yang bertanya mengapa Ratih tidak pernah
berkaca ataupun sekadar menatap cermin, Romlah yang merupakan ibu kandung Ratih
selalu mengatakan bahwa anak sematawayangnya itu mengidap Catoptrophobia atau
rasa ketakutan yang berlebihan terhadap cermin. Tidak ada sebatang cermin pun
yang menggantung di kediaman Romlah. Dari kecil hingga menginjak umur remajanya
sekarang, Romlahlah yang mendandani Ratih setiap hari-harinya. Hal itu
dilakukannya agar anaknya selalu aman dan bebas dari rasa ketakutan.
***
“Ibu, besok aku ada pementasan drama di kampus.
Doain aku ya semoga lancar,” ucap Ratih di suatu sore.
“Oh, jadinya besok tho pementasan dramanya?” Romlah
mendekatkan duduknya ke Ratih. “Ibu boleh ikut kan?”
“Ah bu, kemarin aku udah tanya ke panitianya.
Katanya selain mahasiswa dilarang masuk ke acara.”
Wajah Romlah seketika berubah memucat. “Kok bisa
gitu? Masa ibunya nonton nggak boleh? Gimana tho panitianya?” wajah romlah yang
pucat akhirnya memerah.
“Tenang, bu. Ratih tau kok maksud Ibu. Ratih janji
nggak akan mendekati cermin apalagi menatapnya.”
“Yakin kamu janji? Trus siapa yang akan mendandanimu
sebelum pentas?”
“Iya aku janji. Aku sudah menyuruh Sinta untuk
meriasku nanti.”
***
Malam ini pementasan drama akan digelar. Lima belas
menit lagi acara dimulai dan gladi resik sudah dilakukan. Semua lakon tinggal
menunggu sang pembawa acara memanggil mereka naik ke atas panggung.
Ratih dan Sinta memilih menunggu detik-detik
pementasan di ruang rias sambil mengingat-ingat dialog yang akan mereka ucapkan
nanti.
“Aduh, Sin. Sepertinya aku kebelet pipis deh. Tunggu
bentar ya.” Ratih memotong dialog yang diucapkan Sinta.
“Ih, kamu ini deh, kebiasaan. Cepet ya. Bentar lagi
lho kita udah dipanggil.” Sinta tampak jutek menanggapi perkataan sahabatnya
itu.
Ratih pun langsung berlari menuju kamar mandi. Tidak
lama ia di kamar mandi kemudian ia keluar dan bergegas menuju ruang rias lagi
menghampiri Sinta.
“Sinta! Sin...! Di mana kamu? Tolong beresin
make-upku bentar dong, tadi nggak sengaja kesiram air.”
“Sinta...? Sinta....!,” teriak Ratih sekali lagi.
“...tibalah di acara inti kita, yaitu pementasan
drama...” Suara MC menggema pertanda bahwa Ratih harus segera menuju panggung.
Ratih bingung bukan kepalang. “Ke mana sih si Sinta?
Aku nggak mungkin kan akting dengan wajah belepotan kayak gini?”
Ratih yang mulai cemas tiba-tiba terpaku memandangi
cermin yang sedari tadi tertutup kain hitam. “Apa benar aku menderita Catoptrophobia?
Maafkan aku, ibu.” Ditariklah kain hitam penutup cermin oleh Ratih. Sekejap
kemudian potretnya setengah badan terpantul sempurna di cermin rias.
“Mana? Hah, mana? Katanya aku takut dengan cermin.
Ah, persetan dengan phobia, aku harus tampil cantik malam ini.” Ratih langsung
meraih beberapa alat make-up.
“Yup! Tinggal sentuhan terakhir. Perona pipi.”
Tangan Ratih sudah akan menyentuh perona pipi ketika
sebuah tangan muncul dari dalam cermin dan menggenggam pergelangan tangannya
dengan sangat erat.
“AAAAaaaa....! A-a-appa innii? Lepaskan...!!!” Ratih
tergagap ketika tangannya semakin kuat ditarik oleh pantulan dirinya di dalam
cermin.
“S-ssiiapa kau?” Ratih menyadari bahwa yang
terpantul di dalam cermin bukanlah dirinya.
“Kau tidak tahu siapa aku, Ratih? Aku adalah kau dan
kau adalah aku. Hahahaha...” Tawa banyangan dalam cermin itu menggelegar.
“Aku adalah kembaranmu. Kita adalah kembar siam.
Kita kembar, kita sama. Hanya satu yang beda, kau hidup dan aku mati,”
lanjutnya.
“A-a-appaa yang kau katakan..?”
“Kau masih belum tahu juga, Ratih? Bodoh
sekaliii..!!! Kau benar-benar bodoh! Inilah alasan sebenarnya mengapa Romlah
melarangmu menatap cermin. Bukan karena bualan Catoptrophobia itu...!” Bayangan
itu semakin kuat menarik Ratih. Beberapa peralatan make-up yang seharusnya
tersusun rapi di meja rias kini porak poranda karena setengah dari badan Ratih
telah ambruk ke meja itu.
Ratih meronta-ronta. “Hentikan...!!! Hentikan
menarik tubuhku...!!! Aku bukan kau, dan kau bukan aku...!!! Tolong...!
Siapapun tolong aku...!!”
Semakin kuat Ratih meronta, semakin kuat pula tangan
yang berasal dari cermin itu menariknya. Kali ini, tangan kirinya yang sedari
tadi memegang ujung meja untuk menahan tarikan mulai terlepas. Robohlah dia.
“Wahahaha....!!! Akhirnya aku bisa hidup
kembali....!!!”
Brakkkk.
Begitulah suara kaki Ratih menyenggol dan
menjatuhkan beberapa peralatan make-up ke bawah meja, sekaligus sebagai suara
terakhir yang di timbulkan olehnya di dunia.
Slurrppp...
Bayangan itu kini berhasil keluar dari cermin meja
rias. Dari ujung kaki hingga ujung rambut kepalanya alhasil mirip dengan apa
yang terlihat dari sosok Ratih. Ya, dialah Ratih. Ratih dengan kepribadian yang
bukan Ratih.
“Baiklah, Romlah. Tunggulah giliranmu. Hahaha...”
Ratih kembali memoles pipi kirinya yang perlu tambahan perona pipi.
Tiba-tiba Sinta datang dan menepuk pundak Ratih.
“Hey, Apa yang kau lakukan di sini, Ratih? Ayolah semua orang sudah menunggu
kita..!”
“Iya.”
---
Solo, 16 Januari 2014
Diikutkan dalam Parade Horor Penchake dengan tema Phobia.
---
Serem, jadi kebayang deh kalo itu kenyataan :|
ReplyDeletehat-hati ya saat bercermin. hihi....
DeleteCermin emang salah satu tempat sembunyinya setan. Makanya ada baiknya kita nggak terlalu lama bercermin hehe
ReplyDeleteselain karena faktor muka yang nggak rupawan, haha...
DeleteKok enggak ada cewek yang komen? :|
ReplyDeletecie mau modus ya... haha
Deleteada kok setelah ini cewek yang koment. simsalabim!
Wah keren, jadi serem sendiri ._." Jadi itu setan atau apa? Atau memang kepribadian Ratih yang memang ganda, trus kepribadian jahatnya itu baru keluar kalau ia bercermin? *berhipotesis*
ReplyDeleteCerita ini mau dibilang flashfiction tapi terlalu panjang, mau dibilang cerpen tapi kurang panjang. Jadi ditengah-tengahnya. Bisa sih dilanjutin kisahnya, biar lebih jelas.
DeleteSetannya itu adalah kembaran Ratih yang harus meninggal karena sesuatu yang telah dilakukan Romlah. Sebenernya setan itu mau balas dendam ke Romlah, tapi lewat 'menjadi' Ratih.
._. bolehlah ku nanti lanjutin ceritanya kakak~ dan apakah yang dilakukan oleh Romlah sebenarnya??
Deletechristina: boleh kok, asal dikasih sumber dan cuma sebatas cerita di atas aja...
DeleteDan nggak berani baca semuanya pas malem gini, anyway pernah denger ceritanya juga tentang Bloody Mary belum? Asli syerem..
ReplyDeleteYah... kenapa nggak berani? Lanjutin aja, biar tau ceritanya...
DeleteBloody Mary ya? Udah pernah baca ceritanya. Aku malah udah mempraktikkan cara manggilnya, tapi si setan nggak muncul muncul, hehe
Manggilnya 13 kali ya? Aku belum berani nyoba ah :D
Deletekayaknya cuma 3 kali deh dari apa yg pernah kubaca.
Deletejangan lupa ucapin dalam ruangan gelap.
gapapa kok, coba aja. itu kan cuma mitos, hahaa :D
wah serem banget. gue jadi takut nih ngelihat cermin. tapi keseluruhan bagus banget, lo bisa ngembangin cerita serem dari suatu phobia. hebat.
ReplyDeletemakasih sob sebelumnya... :)
Deleteat-ati ya kalo bercermin. mereka bukannya nggak ada, tapi cuma tidak terlihat... hihi
wah ide ceritanya keren banget. konfliknya kuat bgt. gua terus penasaran sampe akhir. good job deh. ah tapi, gua gak takut-takut amat sih. haha
ReplyDeletemakasih kakak.. ^^ masih belajar kok...
Deletewah nggak takut? berarti gagal deh aku bikin efek seremnya...
wuh keren keren, tapi itu udah ending kah? rasanya pengin diterusin lagi gitu haha.
ReplyDeletemakasih kakak ^^. bisa sih diterusin, nanti ceritanya kayak komentar yg di atas...
Deletekalo aku sih emang dari dulu udah nggak berani ngelihat cermin. bukan karena takut kalo ada hantu muncul, tapi takut sama wajah sendiri, hihi
ReplyDeletehahaha, ada ada aja nih sob :D
Deletesejak kapan aku coment ni blog ya? hehe
Deletesejak kau sadar bahwa nulis komentar di blog ini merupakan tindakan yg mulia, wkwk :D
Deletewidiiiih, kayak model insidious ya endingnya, ternyata yg di tubuhnya bukan dia. hiiiiii
ReplyDeleteiya, ati-ati ya sama orang yang pernah punya kembaran... hiiii
Deleteserem juga ye kalo pas ngaca ada hntunyee hehe
ReplyDeleteIde ceritanya unik, ini cerita bersambungkah? kalo bersambung bagus nih, endingnya bikin penasaran soalnya.. :D
ReplyDeletesebenernya ini flash fiction yang kepanjangan, hehe.
Deletebisa sih kalo dilanjutin. endingnya emang sengaja dibuat gitu biar pembaca memilih sendiri jalan cerita selanjutnya...
makasih ya telah berkunjung :)
keren ceritanya, jadi kebayang gimana kalo saya ngalamin.. hii semoga tidak terjadi :D
ReplyDeletedan di kamarku terlalu banyak kaca. hhh. *brb nurunin satu satu setelah baca ini*
ReplyDeleteOhya emang flash fixtion gitu ada maksimalnya berapa kata kok bisa bilang ini kepanjangan?
Haha, mungkin saat km tidur, mereka mengawasimu dr balik kaca-kaca itu. Menunggumu lengah.
DeleteUntuk flash fiction ada 2000 karakter dengan spasi.
Menegangkan. Sampe merinding nih.....
ReplyDeletemerinding kedinginan apa merinding ketakutan? haha
Deleteceritanya cuma sampe situ ya, hehe nanggung padahal pengen tahu kelanjutannya gimana..
ReplyDelete